Air mata seorang suami begitu
indahnya mengalir deras membasahi baju dengan penuh kesabaran duduk
dipembaringan menemani istrinya yang sedang sakit keras. sampai kemudian sang
istri menghembuskan napas terakhirnya. Mencintai dengan setulus hati pada istri
telah menjadi komitmen, ketika dirinya didera ketakutan hidup sendiri telah
menghantui dirinya sejak lama. Ia berusaha
mempersiapkan diri dan selalu berusaha melayani istri dengan baik karena
menderita sakit. Kesabaran karena kasih sayang tak terukur yang diberikan pada
istrinya sebab ia dan anak-anaknya benar-benar merasakan kasih sayang dari
istri dan ibu yang tidak pernah sedikitpun menyakiti hati mereka. Meski
menderita sakit namun kata-kata dan sikap yang begitu lembut dan tidak pernah
menjadi marah. Sampai kemudian terjadilah apa yang ditakutkan, serangan
penyakit yang tak tertolong oleh dokter dan rumah sakit dengan peralatan modern
sekalipun telah merenggut jiwa istrinya. Ia merasa shock dan terpukul atas
kepergian sang istri. Berkali-kali jatuh pingsan, menjadi lemah dan tak berdaya
setelah kepergiannya. Sebagai suami merasakan kehilangan sesuatu yang paling
berharga dalam hidupnya dan tidak tahu harus berbuat apa.
Ia menatap anak-anaknya yang tumbuh besar begitu sedih dan menangisi kepergian ibu yang begitu menyayangi mereka namun mereka lebih terpukul melihat keadaan dirinya yang tidak lagi memperdulikan mereka, tidakk lagi mengurus apapun termasuk mengurus dirinya sendiri. Tiap hari ia lebih banyak duduk dan setiap kali memandangi poto-poto yang menempel didinding, air matanya mengalir deras. Buku-buku, benda kesayangan, tanaman dihalaman tetap disiraminya. Juga binatang peliharaan kesayangannya seolah mengingatkan lagi usapan tangan yang lembut, Ia tidak mau memindahkan semua benda atau apapun yang berkaitan dengan istrinya. Perasaan kehilangan telah membuatnya tidak lapar dan haus membuat tubuhnya menjadi lemah dan tak bergairah untuk bekerja. Dalam kesendirian dirinya bertanya-tanya, 'Bila Allah Maha Baik mengapa membiarkan kami kehilangan orang yang kami cintai? Mengapa kebahagiaan keluarga kami begitu singkat?
Ketika keadaan sudah sedemikian parah dan ia ditengah keterpurukannya, sampai kesempatan mengenal orang yang mengalami hal yang sama di Rumah Amalia, kehilangan orang yang dicintainya, menanggung beban yang berat. Akhirnya ia menemukan dirinya sendiri dan bisa mengatasi rasa perih akibat kehilangan orang yang dicintainya. Ia menyadari bahwa Allah telah menganugerahkan cinta dan kasih sayang pada dirinya, rasa cinta itulah yang menguatkan dirinya agar tetap menjalankan tugasnya sebagai seorang ayah bagi anak-anaknya dan bagi sesama dengan aktifitas sosialnya. Kenangan indah akan orang yang dicintainya tetap disimpannya dan sebagai penyembuh bagi dirinya. Rasa perih, kesepian dan kesendirian perlahan-lahan telah mencair, ia memperoleh makna hidup yang membuatnya semakin mengerti makna kesetiaan dan setiap sehabis sholat senantiasa memanjatkan doa untuk istrinya yang telah tiada agar Allah menempatkan disurga yang terindah disisiNya.
----
Sahabatku, aminkan doa ini ketika mengganti musibah diganti menjadi kehidupan yg lebih baik, "Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun. Allahumma ajirni fi mushibati wakhluf li khairam-minha. “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kami akan kembali. Ya Allah, berilah aku pahala atas musibah ini dan gantilah musibah ini dengan suatu kebaikan, maka Allah akan memberikan balasan kepadanya terhadap musibah tersebut dan menggantinya dengan yang lebih baik.” (H.R. Muslim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar